Selasa, 29 Juni 2010

MAKALAH TRANSFUSI DARAH DAN HUKUM FACEBOOK

TRANSFUSI DARAH DAN HUKUM FACEBOOK



MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Masail Fiqhiyah

Dosen Pengampu: Drs. Amin Farih, M.Ag












Disusun Oleh :

Dewi Istiana

073311029






FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010


TRANSFUSI DARAH DAN HUKUM FACEBOOK


  1. PENDAHLUAN

Kemajuan zaman modern ini membawa dampak yang luas dan hiterogen di seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Termasuk bidang kedokteran dan teknologi informasi yang semakin lama mengalami kemajuan.

Harus disadari bahwa kadangkala tak semua dari kita mampu memberikan harta. Tapi Tuhan tidak pernah menutup niat hamba-Nya untuk beramal. Ada peluang yang diberikan-Nya, yaitu harta yang ada ditubuh kita sendiri yaitu darah. Disadari bahwa hal itu akan membawa banyak manfaat bagi manusia lain. Untuk itu amalan kita melalui donor darah tidak perlu menunggu datangnya kekayaan.

Facebook mulai digunakan oleh masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Selain dampak positif dari penggunaan Facebook, ada banyak dampak negatif dari penggunaannya, terutama jika berlebihan. Penggunaan fasilitas Facebook cara praktis dan instan untuk mendapatkan jaringan pertemanan melalui dunia maya, sehingga tidak terikat oleh perbedaan jarak, ruang, dan waktu. Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode yang mengacu pada situs-situs yang relevan dengan masalah dampak penggunaan Facebook.


  1. PERMASALAHAN

  1. Pandangan Islam Tentang Transfusi Darah

  2. Hukum Facebook


  1. PEMBAHASAN

  1. Pandangan Islam Tentang Tranfusi Darah

Transfusi darah (blood transfusi, bhs belanda), ialah memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Masalah transfusi darah Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang merah atau bank darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.

Pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis mutawasittah menurut hukum islam. Maka agama islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan keterangan tentang haramnya mempergunakan darah, terdapat pada beberapa ayat yang dhalalahnya shahih. Antara lain berbunyi:Diharamkan bagimu (mempergunakannay) bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah”(Q.S. Al Maidah :3).

Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia untuk mempergunakannya dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lagi yang dapat dipergunakaanya untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan; misalnya seseorang menderita kekerungan darah karena kecelakaan, maka hal itu debolehkan dalam islam untuk menerima darah dari orang lain, yang disebutnya “Transfusi Darah”. Hal tersebut, sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang dalam keadaan darurat, sebagaiman keterangan Qaidah fiqhiyah yang berbunyi: “Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan hukum islam), baik bersifat umum maupun khusus”. Dan dalam kaidah Fiqhiyah selanjutnya yang berbunyi : Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan yang hajat(kebutuhan).

Maksud yang terkandung dalam kedua Qaidah Fiqhiyah tersebut diatas adalah menunujukan bahwa islam membolehkan hal-hal yang bersifat makruh dan yang haram bila berhadapan dengan yang hajat dan darurat. Dan membolehkan transfusi darah untuk menyelamatkan pasien karena keadaan darurat yang tertentu. Akan tetapi kebolehannya hanya sebatas pada transfusi darah saja.

Bila dalam keadaan darurat yang dialami oleh seseorang maka Agama islam membolehkan, tetapi bila digunakan untuk hal-hal yang lain maka agama islam melarangnya. Karena dibutuhkannya hanya untuk ditransfer kepada pasien saja. Hal ini sesuai dengan maksud Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi : ”Sesuatu yang dibolehkan karena keadaan darurat, (hanya diberlakukan) untuk mengatasi kesulitan tertentu”.1

Penerima sumbangan darah tidak disyaratkan harus sama dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku/bangsa tertentu, dan lain sebagainya. Karena menyumbangkan darah dengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang dapat dihargai dan dianjurkan (recommanded/ mandub) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 32 :

...  .....

Dan Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya.


Adapun dalil syar’i yang biasa menjadi pegangan untuk membolehkan transfusi darah tanpa mengenal batas agama dan lain sebagainya, berdasarkan kaidah hukum Fiqh Islam yang berbunyi:

لامل فى لاشياء الاباحة حتىّ يدل الدّليل على تحريمها

Bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu boleh hukumnya kecuali kalau ada dali yang mengaramkannya.2


Jadi, boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk orang non-muslim (katolik, hindu, dan sebagainya), dan sebaliknya demi menolong dan memuliakan/ menghormati harkat dan martabat manusia (human dignity).

Namun untuk memperoleh maslahah dan menghindari mafsadah (bahaya/resiko), baik bagi donor darah maupun bagi penerima sumbangan darah, sudah tentu transfusi darah itu harus dilakukan setelah melalui pemeriksaan yang teliti terhadap kesehatan kedua-duanya, terutama kesehatan donor darah harus benar0benar bebas dari penyakit menular yang dideritanya, seperti AIDS.

Jelaslah, bahwa persyaratan dibolehkannya transfusi darah itu berkaitan dengan masalah medis, bukan masalah agama. Persyaratan medis ini harus dipenuhi, karena adanya kaidah-kaidah hukum Islam sebagai berikut:

  1. الضريور ال , artinya Bahaya itu harus dihilangkan (dicegah). Misalnya bahaya kebutaan harus dihindari dengan berobat dan sebagainya.

  2. الضّرلايزل باضرر, artinya Bahaya itu itu tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lain (yang lebih besar bahayanya). Misalnya seorang yang memerlukan transfusi darah karena kecelakaan lalu lintas, atau operasi, tidak boleh menerima darah orang yang menderita AIDS , sebab bisa mendatangkan bahaya yang lebih fatal.

  3. لاضررولاضٍرار , artinya Tidak boleh membuat mudarat kepada dirinya sendiri dan tidak boleh membuat mudarat kepada orang lain. Misalnya sseorang pria yang impoten atau terkena AIDS tidak boleh kawin sebelum sembuh. 3

Adapun hubungan antara donor dan resipien, adalah bahwa transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum adanya hubungan kemahraman antara donor dan resipien. Sebab faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam An-Nisa:23, yaitu:

  1. Mahram karena adanya hubungan nasab. Misalnya hubungan antara anak dengan ibunya atau saudaranya sekandung, dan sebagainya.

  2. Mahram karena adanya hubungan perkawinan misalnya hubungan antara seorang dengan mertuanya atau anak tiri dan istrinya yang telah disetubuhi dan sebagainya.

  3. Mahram karena adanya hubungan persusuan, misalnya hubungan antara seorang dengan wanita yang pernah menyusuinya atau dengan orang yang sesusuan dan sebagainya.

Kemudian pada ayat berikutnya, (an-Nisa:24) ditegaskan bahwa selain wanita-wanita yang tersebut pada An-Nisa:23 di atas adalah halal dinikahi. Sebab tidak ada hubungan kemahraman. Maka jelaslah bahwa transfusi darah tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara pendonor dengan resipien. Karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien itu diizinkan oleh hukum Islam.

Selain, masalah hukum donor dan transfusi darah, di lapangan juga muncul praktik jual beli darah baik dilakukan secara resmi oleh pihak PMI maupun ilegal oleh oknum. Bahkan tidak jarang secara personal terjadi transaksi jual-beli darah.

Mengingat semua jenis darah termasuk darah manusia itu najis berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Jabir, kecuali barang najis yang ada manfaatnya bagi manusia, seperti kotoran hewan untuk keperluan rabuk. Menurut mazhab Hanafi dan Dzahiri, Islam membolehkan jual beli barang najis yang ada manfaatnya seperti kotoran hewan.

Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa jual beli darah manusia itu tidak etis di samping bukan termasuk barang yang dibolehkan untuk diperjualbelikan karena termasuk bagian manusia yang Allah muliakan dan tidak pantas untuk diperjualbelikan, karena bertentangan dengan tujuan dan misi semula yang luhur, yaitu amal kemanusiaan semata, guna menyelamatkan jiwa sesama manusia. Karena itu, seharusnya jual beli darah manusia itu dilarang, karena bertentangan dengan moral agama dan norma kemanusiaan.4


  1. Hukum Facebook

Facebook atau Buku Muka adalah salah satu situs jaringan sosial dengan beberapa fasilitas yang memungkinkan seseorang dapat menjalin pertemanan dan berkomunikasi secara aktif dengan orang atau badan organisasi, tanpa dibatasi dengan jarak, ruang, dan waktu. . Facebook juga memungkinkan mereka saling bertukar foto dan profil masing-masing sehingga lebih saling mengenal jauh lebih baik dari sekedar berkomunikasi lewat telpon.

Bagaimana dengan etika dalam komunikasi facebook? Sama halnya dengan komunikasi via telepon yang sudah lebih dulu digunakan, komunikasi via facebook juga menuntut etika tertentu. Meski secara teknis tidak ada pembatasan dalam hal berucap atau penayangan profil –bisa saja seseorang berkata-kata tidak senonoh atau menampilkan profil yang kurang bersusila- akan tetapi sanksi moral yang diperoleh justru lebih berat dan lebih cepat. Sebab dalam facebook, profil seseorang yang sudah menjadi “teman” dapat dilihat dan diakses oleh temannya yang lain. Karena itu, seseorang akan berpikir seribu kali jika dia ingin menampilkan sesuatu yang “jorok”. Itu sama saja dengan bertelanjang di muka umum.

Dalam etika Islam, sangat tidak disukai (baca: dilarang) seorang pria dan wanita yang bukan muhrim berdua-duaan. Rasulullah saw. Bersabda: “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian bersunyi-sunyi dengan seorang perempuan lain kecuali disertai muhrimnya”. HR Bukhari dan Muslim.

Hadis di atas mengisyaratkan suatu prinsip dasar etika pergaulan dalam Islam berkaitan dengan hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim. Prinsip tersebut adalah larangan pria dan wanita yang bukan muhrim untuk berduaan di tempat yang sunyi. Kalau kasusnya ditarik kepada kasus facebook, maka pertanyaannya adalah apakah berkomunikasi dalam facebook itu sama dengan atau sama bahayanya dengan berduaan di tempat sunyi. Jika sama, tentu hukumnya akan sama pula. Jika tidak, maka hukumnya tidak bisa dipersamakan. Dalam metodologi hukum Islam, metode ini disebut analogi atau qiyas.5

Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr Abdul Halim MA, menyatakan, menggunakan situs facebook tidak dilarang dalam Islam karena untuk kemajuan kemaslahatan.
"Situs facebook itu halal dan pelarangan menggunakan situs persahabatan itu bertentangan dengan hukum Islam, karena manusia diberi kreativitas oleh Allah SWT untuk bisa memanfaatkan alam dan alat untuk kemajuan kemaslahatan," ujarnya.

Semua untuk kemaslahatan dibolehkan dalam Islam, termasuk penggunaan situs facebook. Yang tidak boleh adalah orang memanfaatkan alat itu untuk ke arah yang tidak baik.

Facebook adalah teknologi yang tidak bisa dihambat perkembangannya dan tidak melanggar syariat Islam. Facebook juga bisa menjadi media dakwah. Facebook itu harus dimanfaatkan ke arah yang positif sehingga facebook bisa menjadi dunia nyata yang mendatangkan banyak manfaat.

Ada Dua Kaedah yang Mesti Diperhatikan

Dari hasil penelitian dari Al Qur’an dan As Sunnah, para ulama membuat dua kaedah ushul fiqih berikut ini:

  1. Hukum asal untuk perkara ibadah adalah terlarang dan tidaklah disyari’atkan sampai Allah dan Rasul-Nya mensyari’atkan.

  2. Hukum asal untuk perkara ‘aadat (non ibadah) adalah dibolehkan dan tidak diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya melarangnya.

yang dimaksud dua kaedah di atas,

Untuk kaedah pertama yaitu hukum asal setiap perkara ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang mensyariatkannya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa ibadah adalah sesuatu yang diperintahkan atau dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang memerintahkan atau menganjurkan suatu amalan yang tidak ditunjukkan oleh Al Qur’an dan hadits, maka orang seperti ini berarti telah mengada-ada dalam beragama (baca: berbuat bid’ah). Amalan yang dilakukan oleh orang semacam ini pun tertolak karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)


Untuk kaidah kedua Hukum asal untuk perkara ‘aadat (non ibadah) adalah dibolehkan dan tidak diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya melarangnya. perkara ‘aadat (non ibadah) seperti makanan, minuman, pakaian, pekerjaan, dan mu’amalat, hukum asalnya adalah diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya. Dalil untuk kaedah kedua ini adalah firman Allah Ta’ala,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al Baqarah: 29).


Maksudnya, adalah Allah menciptakan segala yang ada di muka bumi ini untuk dimanfaatkan. Itu berarti diperbolehkan selama tidak dilarangkan oleh syari’at dan tidak mendatangkan bahaya.

Allah Ta’ala juga berfirman,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللّهِ الَّتِيَ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالْطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِي لِلَّذِينَ آمَنُواْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat .” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al A’raaf: 32).


Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengingkari siapa saja yang mengharamkan makanan, minuman, pakaian, dan semacamnya.

Jadi, untuk perkara non ibadah seperti tadi, hukum asalnya adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Makan bangkai menjadi haram, karena dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Begitu pula pakaian sutra bagi laki-laki diharamkan karena ada dalil yang menunjukkan demikian. Namun asalnya untuk perkara non ibadah adalah halal dan diperbolehkan. 6

Oleh karena itu, jika ada yang menanyakan pada kami bagaimana hukum Facebook? Maka kami jawab bahwa hukum asal Facebook adalah sebagaimana handphone, email, blog, internet, radio, dan alat-alat teknologi lainnya yaitu sama-sama mubah dan diperbolehkan.


  1. ANALISIS

Masalah transfusi darah yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang merah atau bank darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.

Kegiatan donor darah ini juga termasuk dari kegiatan sosial yang dibolehkan dalam agama. Berbicara tentang trasfusi darah tentu tidak terlepas dari jual beli darah. Praktik menjual belikan darah baik secara langsung maupun melalui rumah sakit dapat dihindarkan karena sebenarnya transfusi darah terlaksana berkat kerjasama sosial yang murni subsidi silang melalui koordinasi pemerintah dan bukan menjadi objek komersial sebagaimana dilarang Syariat Islam dan bertentangan dengan peri kemanusiaan, sehingga setiap individu tanpa dibatasi status ekonomi dan sosialnya berkesempatan untuk mendapatkan bantuan darah setiap saat bilamana membutuhkannya sebab di sini harus berlaku hukum barang siapa menanam kebaikan maka ia berhak mengetam pahala dan ganjaran kebaikannya.

Facebook adalah teknologi yang tidak bisa dihambat perkembangannya dan tidak melanggar syariat Islam. Adapun bagaimana hukum syar’i mendaftar di situs Facebook, maka tergantung maksud dan tujuan orang tersebut. Apabila yang masuk adalah dari kalangan ahli ilmu dan penuntut ilmu, atau komunitas dakwah maka hukumnya boleh dan bahkan baik, terlebih apabila ada kesempatan bagi mereka untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Adapun jika yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang yang rusak, atau yang tidak aman dari fitnah atau yang mudah terpengaruh, terutama dari para remaja pria dan gadis remaja, maka tidak boleh masuk ke dalamnya


  1. KESIMPULAN

Secara prinsip, Donor Darah merupakan amal mulia yang dapat menyelamatkan nyawa banyak orang. Menyumbangkan darah dengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang dapat dihargai dan dianjurkan (recommanded/ mandub) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 32 :

...  .....

Dan Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya.


Dari paparan di atas, dapat difahami bahwa facebook sebagai alat dan media komunikasi menempati posisi bebas nilai. Seperti halnya telepon, surat menyurat, dan sebagainya, facebook tidak menempati posisi halal atau haram. Tatacara berkomunikasi, isi komunikasi, serta profil yang ditampilkan, itulah yang bisa dinilai. Apakah sesuai dengan norma dan etika Islam atau tidak. Seorang muslim selayaknya memperhatikan nilai-nilai akhlak Islam dalam setiap aktivitasnya, termasuk dalam menggunakan facebook. Dan hukum facebook adalah tergantung pada niat menggunakannya.


  1. PENUTUP

Alhamdulillah makalah ini dapat saya selesaikan. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua yang membaca makalah ini.

Saya sadar, dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekeliruan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya harapkan kritik dari pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya. Terimakasih. . . . . .



















DAFTAR PUSTAKA


Abdul A’la Al-Maududi, Toward Understanding Islam, (Lahore: Islamic Publication Ltd, 1967)

http://afany.wordpress.com/transfusi-darah.htm,

http://pmipohuwato.blogspot.com/transfusi-darah-dalam-islam.html

http://rumaysho.wordpress.com/2009/06/03/bincang-bincang-tentang-hukum-facebook/

http://www.nuansaislam.com/hukum-facebook-dalam-islam.php

Zuhaidi Msyfuk, Masail Fiqhiyah, ( Jakarta : Penerbit PT Midas Suryo Grafindo)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar