Rabu, 08 Desember 2010

PENGELOLAAN MANAJEMEN KEUANGAN di SMP AL HIKMAH SURABAYA


PENGELOLAAN MANAJEMEN KEUANGAN
di SMP AL HIKMAH SURABAYA


Laporan Penelitian
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Methodologi Penelitian
Dosen Pengampu: Dr. Karwanto









Disusun Oleh :

Dewi Istiana
073311029


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010




KATA PENGANTAR

”Alhamdulillahi rabbil ’alamin” kami ucapkan atas hidayah-Nya laporan ini dapat terselesaikan. Laporan ini merupakan salah satu tugas dari Mata Kuliah Methodologi Penelitian.
Dalam laporan ini menguraikan suatu hal yang berhubungan dengan manajemen Keuangan dan lebih tepatnya adalah tentang pengelolaan Manajemen Keuangan di SMP Al Hikmah Surabaya. Tema ini kami ambil karena keuangan adalah komponen terpenting dalam rumpun pendidikan atau sebagai alat vital dalam satuan pendidikan.
Tegur sapa, kritik dan saran sangat kami harapkan dalam rangka memperbaiki dan memperkaya kajian keilmuan di bidang manajemen keuangan. Tak ketinggalan apresiasi dan ungkapan jazakumullah khairal jaza’bi ahsan al jaza’ kami sampaikan kepada seluruh pembaca dan pihak-pihak yang telah mendukung selesainya penulisan laporan ini.

Semarang, 20 Juni 2010
Tim Penyusun,















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sekolah adalah sebuah aktifitas besar yang di dalamnya ada empat komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang di maksud adalah Staf Tata laksana Administrasi, Staf Teknis pendidikan didalamnya ada Kepala Sekolah dan Guru, Komite sekolah sebagai badan independent yang membantu terlaksananya operasional pendidikan, dan siswa sebagai peserta didik yang bisa di tempatkan sebagai konsumen dengan tingkat pelayanan yang harus memadai. Hubungan keempatnya harus sinergis, karena keberlangsungan operasioal sekolah terbentuknya dari hubungan “simbiosis mutualis” keempat komponen tersebut karena kebutuhan akan pendidikan demikian tinggi, tentulah harus dihadapi dengan kesiapan yang optimal semata-mata demi kebutuhan anak didik.
Salah satu unsur yang penting dimiliki oleh suatu sekolah agar menjadi sekolah yang dapat mencetak anak didik yang baik adalah dari segi keuangan. Manajemen keuangan sekolah sangat penting hubunganny dalam pelaksanaan kegiatan sekolah.
Ada beragam sumber dana yang dimiliki oleh suatu sekolah, baik dari pemerintah maupun pihak lain. Ketika dana masyarakat atau dana pihak ketiga lainnya mengalir masuk, harus dipersiapkan sistem pengelolaan keuangan yang professional dan jujur. Pengelolaan keuangan secara umum sebenarnya telah dilakukan dengan baik oleh semua sekolah. Hanya kadar substansi pelaksanaanya yang beragam antara sekolah yang satu dengan yang lainnya. Adanya keragaman ini bergantung kepada besar kecilnya tiap sekolah, letak sekolah dan julukan sekolah. Pada sekolah-sekolah biasa yang daya dukung masyarakatnya masih tergolong rendah, pengelolaan keuangannya pun masih sederhana. Sedangkan, pada sekolah-sekolah biasa yang daya dukung sekolah harus mampu menampung berbagai kegiatan yang semakin banyak dituntut oleh msyarakat.
Dilatar belakangi oleh permasalahan tersebut di atas, penulis menyusun sebuah makalah yang membahas tentang pengelolaan manajemen keuangan sekolah, terutama yang dilaksanakan di SMP Al Hikmah Surabaya.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dan diungkapkan dalam makalah ini adalah :
a. manajemen keuangan sekolah di SMP Al Hikmah Surabaya
b. pengelolaan manajemen keuangan sekolah di SMP Al Hikmah Surabaya dilaksanakan
.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah
a. untuk mengetahui apakah manajemen keuangan di SMP Al Hikmah Surabaya sudah berjalan dengan baik
b. untuk mengetahui bagaimana pengeloalaan manajemen keuangan sekolah di SMP Al Hikmah dilaksanakan
c. untuk memenuhi tugas mata kuliah metodologi penelitian

1.4 kegiatan yang dilakukan
Kegiatan yang kami lakukan saat mengunjungi SMP Al Hikmah adalah Observasi sekolah dan mengikuti acara yang telah direncanakan dari pihak sekolah yaitu pemberian informasi tentang profil dan sesuatu hal penting terkait dengan SMP dan SMA Al Hikmah Surabaya.

1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan dua metode, yaitu:
a. Observasi langsung, berdasarkan pengamatan baik dari media cetak maupun elektronik.
b. Kepustakaan, yaitu penggunaan bahan-bahan penulisan yang bersumber dari buku-buku referensi dan website.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia manajemen artinya penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien. Manajemen keuangan adalah sumber daya yang diterima yang akan dipergunakan untuk penyelenggaraan pendidikan. Manajemen keuangan dimaksudkan sebagai suatu manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan.
Menurut Jones (1985), manajemen keuangan meliputi:
1. Perencanaan financial, yaitu kegiatan mengkoordinir semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematik tanpa efek samping yang merugikan.
2. Pelaksanaan (implenmentation involves accounting), yaitu kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat.
3. Evaluasi, yaitu proses penilaian terhadap pencapaian tujuan.

2.2 Tugas Manajer Keuangan
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara fungsi Otorisator, Ordonator, dan Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan dilimpahi fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi Bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.
Manajer keuangan sekolah berkewajiban untuk menentukan keuangan sekolah, cara mendapatkan dana untuk infrastruktur sekolah serta penggunaan dana tersebut untuk membiayai kebutuhan sekolah.
Tugas manajer keuangan antara lain:
1. Manajemen untuk perencanaan perkiraan
2. Manajemen memusatkan perhatian pada keputusan investasi dan pembiayaannya
3. Manajemen kerjasama dengan pihak lain
4. Penggunaan keuangan dan mencari sumber dananya
Seorang manajer keuangan harus mempunyai pikiran yang kreatif dan dinamin. Hal ini penting karena pengelolaan yang dilakukan oleh seorang manajer keuangan berhubungan dengan masalah keuangan yang sangat penting dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah. Adapun yang harus dimiliki oleh seorang manajer keuangan yaitu strategi keuangan. Strategi tersebut antara lain:
1. Strategic Planning
Berpedoman keterkaitan antara tekanan internal dan kebutuhan ekternal yang datang dari luar. Terkandung unsur analisis kebutuhan, proyeksi, peramalan, ekonomin dan financial.
2. Strategic Management
Upaya mengelolah proses perubahan, seperti: perencanaan, strategis, struktur organisasi, kontrol, strategis dan kebutuhan primer.
3. Strategic Thinking
Sebagai kerangka dasar untuk merumuskan tujuan dan hasil secara berkesinambungan
2.3 Proses Pengelolaan Keuangan di Sekolah
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponenkomponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya.
Dalam tataran pengelolaan Vincen P Costa (2000 : 175) memperlihatkan cara mengatur lalu lintas uang yang diterima dan dibelanjakan mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan penyampaian umpan balik. Kegiatan perencanaan menentukan untuk apa, dimana, kapan dan beberapa lama akan dilaksanakan, dan bagaimana cara melaksanakannya. Kegiatan pengorganisasian menentukan bagaimana aturan dan tata kerjanya. Kegiatan pelaksanaan menentukan siapa yang terlibat, apa yang dikerjakan, dan masing-masing bertanggung jawab dalam hal apa. Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan mengatur kriterianya, bagaimana cara melakukannya, dan akan dilakukan oleh siapa. Kegiatan umpan balik merumuskan kesimpulan dan saran-saran untuk kesinambungan terselenggarakannya Manajemen Operasional Sekolah.
Muchdarsyah Sinungan menekankan pada penyusunan rencana (planning) di dalam setiap penggunaan anggaran. Langkah pertama dalam penentuan rencana pengeluaran keuangan adalah menganalisa berbagai aspek yang berhubungan erat dengan pola perencanaan anggaran, yang didasarkan pertimbangan kondisi keuangan, line of business, keadaan para nasabah/konsumen, organisasi pengelola, dan skill para pejabat pengelola.
Proses pengelolaan keuangan di sekolah meliputi:
1. Perencanaan anggaran
2. Strategi mencari sumber dana sekolah
3. Penggunaan keuangan sekolah
4. Pengawasan dan evaluasi anggaran
5. Pertanggungjawaban

Menurut Lipham (1985), ada empat fase penyusunan anggaran antara lain:
1. Merencanakan anggaran
2. Mempersiapkan anggaran
3. Mengelola pelaksanaan anggaran
4. Menilai pelaksanaan anggaran

Anggaran mempunyai fungsi:
1. Sebagai alat penaksir
2. Sebagai alat otorisasi
3. Sebagai alat efisiensi
Pemasukan dan pengeluaran keuangan sekolah diatur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Ada beberapa hal yang berhubungan dengan penyusunan RAPBS, antara lain:
1. Penerimaan
2. Penggunaan
3. Pertanggungjawaban















BAB III
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian atau kunjungan yang kami lakukan di SMP Al Hikmah Surabaya serta penelitian terhadap sekolah-sekolah lainnya, kami menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pengelolaan manajemen keuangan sekolah di tingkat SMP dan sederajat.

3.1 Profil Sekolah
SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada tiap aspeknya serta mampu mengembangkan budaya sekolah yang mendukung ketercapaian Standar Internasional. Dengan kata lain Sekolah Bertaraf Internasional adalah Sekolah Standar Nasional plus ” x”.
Yang dimaksud dengan plus x disini adalah standar nasional pendidikan yang dikembangkan melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan yang reputasi mutunya diakui secara internasional baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan demikian diharapkan bahwa siswa lulusan SBI adalah ”siswa yang berkepribadian dan berakar Indonesia serta memiliki wawasan global”.
Selaras dengan tujuan Sekolah Bertaraf Internasional, SMP Al Hikmah memiliki 3 orientasi yang diterapkan dan diintegrasikan dalam seluruh proses pendidikan dan pengajaran yang terdiri dari Orientasi Islami (Moslem Citizen), Orientasi Kebangsaan (Nationalsme awareness) dan Orientasi Global (Global Citizen)
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Pembinaan SMP Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Nomor : 499/C3/KEP/2008 tanggal 19 Maret 2008 SMP Al Hikmah ditetapkan sebagai salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (R-SBI).

Profil Akhir Lulusan SBI (Versi Depdiknas)
Peserta didik lulusan SBI memiliki:
1. Kemampuan mengembangkan jati diri sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia serta integritas moral dan akhlak yang tinggi;
2. Kemampuan belajar sepanjang hayat secara mandiri yang ditunjukkan dengan kemampuan mencari, mengorganisasi dan memroses informasi untuk kepentingan kini dan nanti serta kebiasaan membaca dan menulis dengan baik;
3. Pribadi yang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan yang ditunjukkan dengan kesediaan menerima tugas, menentukan standar dan strategi yang tepat serta konsisten dalam menyelesaikan tugas tersebut, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya;
4. Kemampuan berfikir yang kuat dan luas secara deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, inovatif, dan eksperimentif untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru tau ide-ide baru yang belum difikirkan sebelumnya
5. Penguasaan tentang diri sendiri sebagai pribadi (intra-personal/kualitas pribadi);
6. Penguasaan materi pelajaran yang ditunjukkan dengan kelulusan ujian akhir nasional dan sertifikat internasional untuk mata pelajaran yang dikompetisikan secara internasional (matematika, fisika, biologi, kimia, dan astrnomi);
7. Penguasaan teknologi dasar yang mutakhir dan canggih (konstruksi, manufaktur, transportasi, komunikasi, energi, bio, dan bahan);
8. Bekerjasama dengan pihak-pihak lain kolektif (lokal, nasional, regional, dan global);
9. Kemampuan mengkomunikasikan ide dan informasi kepada pihak lain dalam bahasa indonesia dan bahasa asing (utamanya bahasa inggris);
10. Kemampuan mengelola kegiatan (merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengkordinasikan dan mengevaluasi);
11. Kemampuan mengidentifikasi, mengorganisasi, merencana, dan mengalokasikan sumber daya manusia maupun sumber daya peralatan, perlengkapan, perbekalan, waktu, dan bahan;
12. Kemampuan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan;
13. Terampil menggunakan ICT;
14. Memahami budaya/kultur bangsa-bangsa lain (lintas budaya bangsa);
15. Kepedulian terhadap lingkungan sosial, fisik, dan budaya;
16. Menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bangsa; dan
17. Memahami, menghayati dan menerapkan jiwa kewirausahaan.

3.2 Sumber-Sumber Keuangan Sekolah
1. Dana dari Pemerintah
Dana dari pemerintah disediakan melalui jalur Anggaran Rutin dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK) yang dialokasikan kepada semua sekolah untuk setiap tahun ajaran. Dana ini lazim disebut dana rutin. Besarnya dana yang dialokasikan di dalam DIK berdasarkan jumlah siswa kelas I, II dan III. Mata anggaran dan besarnya dana untuk masing-masing jenis pengeluaran sudah ditentukan Pemerintah di dalam DIK. Pengeluaran dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan dana rutin (DIK) harus benar-benar sesuai mata anggaran tersebut.
Selain DIK, pemerintah sekarang juga memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana ini diberikan secara berkala yang digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional sekolah.
2. Dana dari Orang Tua Siswa (sumbangan komite sekolah)
Pendanaan dari masyarakat ini dikenal dengan istilah iuran Komite. Besarnya sumbangan dana yang harus dibayar oleh orang tua siswa ditentukan oleh rapat Komite sekolah. Pada umumnya dana Komite terdiri atas :
a. Dana tetap bulan sebagai uang kontribusi yang harus dibayar oleh orang tua setiap bulan selama anaknya menjadi siswa di sekolah
b. Dana incidental yang dibebankan kepada siswa baru yang biasanya hanya satu kali selama tiga tahun menjadi siswa (pembayarannya dapat diangsur).
c. Dana sukarela yang biasanya ditawarkan kepada orang tua siswa terterntu yang dermawan dan bersedia memberikan sumbangannya secara sukarela tanpa suatu ikatan apapun.
3. Dana dari Pihak lain yang mengikat
Dana ini suatu organisasi, dari yayasan ataupun dari badan usaha yang dimiliki oleh pemerinatah maupun swasta. Contoh; dana dari Masjid Akbar Surabaya.
4. Dana dari Alumni
Bantuan dari para Alumni untuk membantu peningkatan mutu sekolah tidak selalu dalam bentuk uang (misalnya buku-buku, alat dan perlengkapan belajar). Namun dana yang dihimpun oleh sekolah dari para alumni merupakan sumbangan sukarela yang tidak mengikat dari mereka yang merasa terpanggil untuk turut mendukung kelancaran kegiatankegiatan demi kemajuan dan pengembangan sekolah. Dana ini ada yang diterima langsung dari alumni, tetapi ada juga yang dihimpun melalui acara reuni atau lustrum sekolah.
5. Dana dari Badan Usaha yang dimiliki yayasan Al hikmah
Ada beberapa sekolah yang mengadakan kegiatan usaha untuk mendapatkan dana. Dana ini merupakan kumpulan hasil berbagai kegiatan wirausaha sekolah yang pengelolaannya dapat dilakukan oleh staf yayasan Al hikmah, siswa dan keluarga besar Al hikmah. Berikut ini adalah contoh wirausaha yang dimiliki oleh yayasan Al hikmah.
- Hikmah Swalayan
- Hikmah Catering
- Toko sekolah
- Kantin sekolah
- Hikmah Fresh
- Hikmah Printing
- PT. Hikmah Sejahtera (contractor)

3.3 Penyusunan RAPBS
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) harus berdasarkan pada rencana pengembangan sekolah dan merupakan bagian dari rencana operasional tahunan. RAPBS meliputi penganggaran untuk kegiatan pengajaran, materi kelas, pengembangan profesi guru, renovasi bangunan sekolah, pemeliharaan, buku, meja dan kursi. Penyusunan RAPBS tersebut harus melibatkan kepala sekolah, guru, komite sekolah, staf TU dan komunitas sekolah. RAPBS perlu disusun pada setiap tahun ajaran sekolah dengan memastikan bahwa alokasi anggaran bisa memenuhi kebutuhan sekolah secara optimal.
Prinsip Penyusunan RAPBS, antara lain:
• RAPBS harus benar-benar difokuskan pada peningkatan pembelajaran murid secara jujur, bertanggung jawab, dan transparan.
• RAPBS harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan dipajang di tempat terbuka di sekolah.
• Dalam menyusun RAPBS, sekolah sebaiknya secara saksama memprioritaskan pembelanjaan dana sejalan dengan rencana pengembangan sekolah.
• Proses Penyusunan RAPBS meliputi:
• menggunakan tujuan jangka menengah dan tujuan jangka pendek yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah,
• menghimpun, merangkum, dan mengelompokkan isu-isu dan masalah utama ke dalam berbagai bidang yang luas cakupannya,
• menyelesaikan analisis kebutuhan,
• memprioritaskan kebutuhan,
• mengonsultasikan rencana aksi yang ditunjukkan/dipaparkan dalam rencana pengembangan sekolah,
• mengidentifikasi dan memperhitungkan seluruh sumber pemasukan,
• menggambarkan rincian (waktu, biaya, orang yang bertanggung jawab, pelaporan, dsb.), dan
• mengawasi serta memantau kegiatan dari tahap perencanaan menuju tahap penerapan hingga evaluasi.

3.4 Pengelolaan Keuangan Sekolah yang Efektif
Pengelolaan akan dianggap efektif apabila merujuk pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk satu tahun pelajaran, para kepala sekolah bersama smua pemegang peran di sekolah pada umumnya menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a. Merancang suatu program sekolah yang ideal untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada tahun pelajaran yang bersangkutan.
b. Melakukan inventarisasi semua kegiatan dan menghitung perkiraan kebutuhan dana penunjang.
c. Melakukan peninjauan ulang atas program awal berdasarkan kemungkinan tersedianya dana pendukung yang dapat dihimpun.
d. Menetapkan prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun pelajaran yang bersangkutan.
e. Melakukan perhitungan rinci pemanfaatan dana yang tersedia untuk masing-masing kegiatan (Depdiknas, 2000 : 178 – 179)
f. Menuangkan perhitungan-perhitungan rinci tersebut ke dalam suatu format yang telah disepakati untuk digunakan oleh setiap sekolah.
g. Pengesahan dokumen RAPBS oleh instansi yang berwenang Dengan tersedianya dokumen tertulis mengenai RAPBS tersebut Kepala Sekolah dapat mengkomunikasikannya secara terbuka kepada semua pihak yang memerlukan.
Sumber dana yang tersedia di dalam RAPBS di manfaatkan untuk membiayai berbagai kegiatan manajemen operasional sekolah pada tahun pelajaran yang dana yang dihimpun oleh sekolah mencakup 5 kategori pembiayaan sebagai berikut :

a. Pemeliharaan, rehabilitasi dan pengadaan sarana/prasarana pendidikan.
b. Peningkatan kegiatan dan proses belajar mengajar.
c. Peningkatan kegiatan pembinaan kesehatan
d. Dukungan biaya kegiatan sekolah dan peningkatan personil
e. Kegiatan rumah tangga sekolah dan BP3
Dana yang tersedia di dalam RAPBS dapat sekaligus mencakup kegiatan untuk pengembangan sekolah. Namun demikian dana untuk keperluan pengembangan sekolah dapat disediakan secara khusus, sebagai tambahan dari RAPBS yang telah disusun. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah jumlah dana yang diperlukan pada satu tahun pelajaran dibagi dengan jumlah semua siswa kelas I, II dan III di sekolah itu, maka akan ditemukan Satuan Harga Per Siswa (SHPS). Jumlah dana yang diperlukan oleh setiap sekolah sangat berbeda pula. Meskipun demikian sebenarnya harus ada suatu patokan SHPS minimal agar suatu mutu pendidikan tertentu dapat dicapai secara nasional.

3.5 Pengelolaan Anggaran Sekolah
Pengelola anggaran sekolah biasanya adalah kepala sekolah, tetapi bisa juga guru berpengalaman (senior) atau anggota komite sekolah. Di sekolah-sekolah yang lebih besar, mungkin ada pihak lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sebagian anggaran. Secara khusus, pengendalian anggaran terdiri dari serangkaian kegiatan pemeriksaan dan persetujuan untuk memastikan bahwa:
• dana dibelanjakan sesuai rencana,
• ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran pajak,
• pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan
• dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan.

Hasil analisis kebutuhan secara logis diklasifikasikan ke dalam kelompok staf, materi kurikulum, barang, jasa, pemeliharaan bangunan, dsb. Pengelola anggaran sekolah diharapkan membelanjakan uang sesuai alokasi dana yang direncanakan. Setiap perubahan anggaran harus disetujui oleh komite sekolah bila memang harus ada perubahan dalam tahun berjalan.

3.6 Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah
Kepala sekolah wajib menyampaikan laporan di bidang keuangan terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah. Pengevaluasian dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana yang digunakan akan dipertanggungjawabkan kepada sumber dana. Jika dana tersebut diperoleh dari orang tua siswa, maka dana tersebut akan dipertanggungjawabkan oleh kepala sekolah kepada orang tua siswa. Begitu pula jika dana tersebut bersumber dari pemerintah maka akan dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.















BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada dasarnya setiap sekolah sudah menyelenggarakan sistem pengelolaan yang baik, tetapi sistem yang efektif kurang dilaksanakan. Ketidak disiplinan dalam penggunaan anggaran, serta pemimpin yang boros selalu menjadi fenomena tersendiri. Untuk itu diperlukan kepemimpinan dan manajemen pengelolaan yang efektif menuju keseimbangan antara sistem yang ada dalam mendistribusikan sumbersumber dana pendidikan di Indonesia.
Anggaran dana operasioal di SMP Al Hikmah Surabaya pada Tahun ajaran 2009/2010 mencapai lebih dari 1 Milyar, yang berasal dari BOS, Komite Sekolah, Sumbangan alumni, Sumbangan pihak-piak yang terikat dan yang terakhir adalah sumbangan dari badan usaha yang dimiliki oleh yayasan Al Hikmah.

4.2 Saran
Masalah keuangan harus dipecahkan secara bersama jika kita ingin mendapatkan peluang yang maksimal bagi semua sekolah agar dapat berkembang. Usaha dan pendanaan mandiri merupakan cara pemecahan yang sangat hakiki bagi sekolah yang benar-benar ingin berkembang. Jika berkaitan dengan masalah keuangan, maka sebaiknya digunakan sistem manajemen terbuka. Dengan manajemen terbuka, maka semua keadaan sekolah baik atau buruk bisa diketahui oleh siapa saja.






LAMPIRAN


Gambar 1. Bapak Ismail & Mahasiswa 2007

Gambar 2. Visi & Misi SMP Al Hikmah

Gambar 3. Penyerahan Fandel

Gambar 4. Peserta KKL




DAFTAR PUSTAKA

http://www.scholar.google/manajemen keuangan sekolah.com
Muchdarsyah Sinungan. 1993. Dasar-Dasar Management Kredit. Jakarta: Bumi Aksara.
Vincent P Costa. 2000. Panduan Pelatihan untuk Mengembangkan Sekolah, Jakarta: Depdiknas.
Surjadi. 1982. Sekolah dan Pembangunan. Bandung: Penerbit Alumni.
Wasty Soemanto. 1984. Pendidikan dan Wiraswasta. Malang: Bina Aksara.
Tim Penyusun. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka .

Kamis, 22 Juli 2010

SUPERVISI PENDIDIKAN

PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI MTS NU 02 AL-MA’ARIF BOJA

Laporan Penelitian

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Manajemen Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Drs. H. Fatah Syukur NC. M.Ag

Disusun Oleh :

DEWI ISTIANA

073311029

KI VI

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010

PENGANTAR PENULIS

”Alhamdulillahi rabbil ’alamin” penulis ucapkan atas hidayah-Nya laporan ini dapat terselesaikan. Laporan ini merupakan salah satu tugas dari Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam.

Dalam laporan ini menguraikan suatu hal yang berhubungan dengan manajemen kurikulum dan lebih tepatnya adalah tentang penerapan kurikulum di MTs. NU 02 Al Ma’arif Boja. Penulis mengambil tema ini karena kurikulum adalah komponen terpenting dalam rumpun pendidikan yang selalu berubah.

Tegur sapa, kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam rangka memperbaiki dan memperkaya kajian keilmuan di bidang manajemen kurikulum. Tak ketinggalan apresiasi dan ungkapan jazakumullah khairal jaza’bi ahsan al jaza’ penulis sampaikan kepada seluruh pembaca dan pihak-pihak yang telah mendukung selesainya penulisan laporan ini.

Semarang, 20 Mei 2010

Penulis,

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan. Sekolah merupakan lembaga formal sesuai dengan misinya yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan belajar mengajar akan berjalan lancar jika komponen-komponen dalam lembaga ini terpenuhi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Komponen-komponen tersebut antara lain: sarana dan prasarana yang memadai, terpenuhinya tenaga pendidikan yang qualified, adanya struktur organisasi yang teratur, dan yang tak kalah pentingnya adalah peranan kepala sekolah sebagai supervisor internal dalam mengembangkan komponen-komponen tersebut agar berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Dengan demikian standar kompetensi pendidikan wajib diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kurikulum. Apabila standar kompetensi dan standar mutu pendidikan telah dikembangkan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional, yang kemudian dituangkan ke dalam kurikulum (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), maka diharapkan Indonesia akan mampu memasuki era globalisasi.

Perbedaan KTSP dengan KBK sebenarnya tidaklah terlalu jauh. Diberlakukannya KTSP justru memberikan keluasaan guru untuk berimprovisasi dalam praktek kegiatan belajar mengajar. Kurikulum yang selama ini dibuat dari pusat menyebabkan kreativitas guru kurang terpupuk, tetapi dengan KTSP kreativitas guru bisa berkembang. Dalam penerapan KTSP setiap sekolah dituntut berperan aktif penuh. Otonomi sekolah benar-benar berlaku, terutama dalam hal relevansi kurikulum. Guru harusdapat menyusun kurikulum dalam pembelajaran di kelas dengan menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator-indikator, materi-materi, serta silabus, dan sistem penilaian. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak guru di sekolah yang belum menguasai bagaimana menyusun kurikulum dan masih sedikit pengetahuan serta informasi tentang keberadaan KTSP. Selain relevansi kurikulum itu sendiri, pembelajarannya pun jugaberubah. Kurikulum 1994 yang dulu lebih menekankan pada apa yang diajarkan oleh guru (teacher centered). Sedangkan dalam KBK maupun KTSP selain memberikan materi, namun penekanannya lebih pada apa yang harus dikerjakan oleh peserta didik (student centered). Dalam KBK maupun KTSP guru hanya sebagai fasilitator dan siswalah yang berperan aktif dengan menggali materi dan informasi-informasi selain dari guru juga melalui sumber-sumber lain, seperti: perpustakaan, internet, laboratorium, atau bertanya dengan orang yang lebih tahu. Dengan melihat proses pelaksanaan kurikulum seperti itu, dukungan sarana dan prasarana bagi guru dan siswa mutlak diperlukan.

Pada era desentralisasi dan otonomi pendidikan, dirasa perlu merumuskan paradigma baru bahwa pelaksanaan supervisi merupakan suatu kebijakan kendali mutu penyelenggaraan pendidikan. Pihak sekolah dalam mengembangkan KTSP perlu ditunjang kepemimpinan kepala sekolah dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Dinas Pendidikan telah menetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisor (EMAS).

Supervisi kepala sekolah sangat berpengaruh menghasilkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran pendidik dan tenaga kependidikan yang bermutu. Soetjipto dan Raflis Kosasi (1994: 233), mendefinisikan supervisi pendidikan yaitu “Semua usaha yang dilakukan oleh supervisor untuk memberikan bantuan kepada guru dalam memperbaiki pengajaran”. Pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah diharapkan akan mampu mempengaruhi kinerja guru serta mampu mengembangkan potensi yang ada pada staf atau guru di sekolah dalam melaksanakan KTSP secara efektif. Sejalan dengan fungsi supervisi pendidikan menurut P. Adam dan Frank G Dickey dalam Hendiyat Soetopo dan Wasti Soemanto (1984: 39), fungsi dari supervisi adalah untuk memajukan dan mengembangkan pengajaran sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan baik. Jones dkk, sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002), menambahkan bahwa dalam menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode, dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari pendapat tersebut mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.

Berdasarkan observasi atau studi pendahuluan di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja, penulis menemukan kondisi yang begitu berlainan antara harapan dengan kenyataan, antara lain: kebingungan guru dalam menjalankan kurikulum KTSP, penerapan KBK di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja saja dinilai belum optimal, apalagi jika harus mengganti kurikulum baru yaitu KTSP, serta pelaksanaan supervisi dari kepala sekolah yang kurang kontinyu atau periodik yang menyebabkan evaluasi pada proses pembelajaran juga tersendat dan lama. Karena kurangnya supervisi dari kepala sekolah inilah yang menjadikan kepala sekolah kurang memahami kondisi guru di lapangan pasca pemberlakuan KTSP, bahwa penerapan KTSP dinilai semakin memberatkan guru. Persoalan masih ditambah lagi dengan sikap apatisme dari para guru akan pentingnya supervisi pendidikan. Tentu kondisi tersebut sangat potensial memunculkan berbagai masalah di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti mengenai: “PELAKSANAAN SUPERVISI PENDIDIKAN OLEH KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI MTS NU 02 AL-MA’ARIF BOJA”.

  1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas peneliti berusaha merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan supervisi pendidikan dalam konteks penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja?

2. Kendala-kendala apa saja yang ditemui kepala sekolah dalam perannya sebagai supervisor pendidikan dalam konteks penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja?

3. Apa saja upaya-upaya yang dilakukan kepala sekolah untuk mengatasi kendala-kendala dalam melaksanakan kegiatan supervisi pendidikan dalam konteks penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja?

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Supervisi Pendidikan

1. Pengertian Supervisi Pendidikan

Dilihat dari sudut pandang etimologi supervisi berasal dari kata super dan vision yang masing-masing kata itu berarti atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis, supervisi adalah penglihatan dari atas. Pengertian itu merupakan arti kiasan yang menggambarkan suatu posisi dimana yang melihat berkedudukan lebih tinggi dari pada yang dilihat. Hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan supervisi dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Pelaksanaan supervisi atau pengawasan di setiap organisasi memiliki peran yang cukup penting. Manullang (2005: 173) mendefinisikan pengawasan sebagai “Suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”. Supervisi dilakukan di setiap lini organisasi, termasuk organisasi di dalam ranah pendidikan, salah satunya adalah sekolah.

Kepala sekolah merupakan atasan di dalam lingkungan sekolah. Dimana seorang kepala sekolah memiliki peran strategis dalam memberi bantuan kepada guru-guru dalam menstimulir guru-guru kearah usaha mempertahankan suasana belajar mengajar yang lebih baik. E. Mulyasa (2004: 111), “Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor”. Pelaksanaan proses pembelajaran di kelas tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan, ada saja kekurangan dan kelemahan yang dijumpai dalam proses pembelajaran, maka untuk memperbaiki kondisi demikian peran supervisi pendidikan menjadi sangat penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan supervisi bukan untuk mencari kesalahan guru tetapi pelaksanaan supervisi pada dasarnya adalah proses pemberian layanan bantuan kepada guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan meningkatkan kualitas hasil belajar.

Menurut E. Mulyasa (2004), untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, salah satunya yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Pada hakeketnya, tujuan akhir dari kegiatan supervisi pendidikan adalah untuk memperbaiki guru dalam hal proses belajar mengajar agar tercapai kualitas proses belajar mengajar dan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Oleh karena itu, sebelum mendalami kajian akan supervisi pendidikan, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai definisi/ pengertian tentang supervisi pendidikan. Berikut pendapat para ahli mengenai pengertian supervisi pendidikan.

Sergiovanni dalam Made Pidarta (1999: 2) mengemukakan pernyataan bahwa:

1) supervisi lebih bersifat proses daripada peranan

2) supervisi adalah suatu proses yang digunakan oleh personalia sekolah yang bertanggungjawab terhadap aspek-aspek tujuan sekolah dan yang bergantung secara langsung kepada para personalia yang lain, untuk menolong mereka menyelesaikan tujuan sekolah itu.

“Kepala sekolah sebagai supervisor dapat melakukan supervisi secara efektif antara lain melalui diskusi kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan individual, dan simulasi pembelajaran”. (E. Mulyasa, 2004: 113). Dari beragam pendapat mengenai teknik supervisi pada dasarnya mempunyai kesamaan dan semuanya itu erat sekali hubungan dalam rangka upaya pemberian bantuan terhadap guru agar dapat meningkatkan profesionalismenya sehingga akan mampu mencapai tujuan pendidikan.

2. Pengertian Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah seorang pimpinan yang memilki jabatan dan kedudukan secara formal dan kelembagaan, dimana ia memiliki peran dan tanggungjawab dalam memimpin suatu sekolah. Peran kepala sekolah sebagai supervisor Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Dari hasil supervisi ini dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Lebih jauh lagi Ngalim Purwanto (2002: 119) menambahkan, usaha-usaha yang dilakukan oleh kepala sekolah selaku peran dan fungsinya sebagai supervisor adalah:

a) Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah di dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.

b) Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar mengajar.

c) Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntuan kurikulum yang sedang berlaku.

d) Membina kerjasama yang baik dan harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.

e) Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, menyediakan perpustakaan sekolah, dan atau mengirim mereka mengikuti penataran-penataran, seminar sesuai bidangnya masing-masing.

f) Membina hubungan kerjasama antara sekolah dengan BP3 dan instansi-instansi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para siswa.

Jadi supervisi kepala sekolah merupakan upaya seorang kepala sekolahdalam pembinaan guru agar guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnyadengan melalui langkah-langkah perencanaan, penampilan mengajar yang nyataserta mengadakan perubahan dengan cara yang rasional dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa

3. Pengertian KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Menurut David Pratt mendefinisikan kurikulum yakni “sebagai seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat pelatihan”. Kurikulum dalam perspektif penulis suatu sistem perencanaan yang dipakai dalam pembelajaran secara terorganisasi yang terdiri dari beberapa komponen yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Dalam pernyataan definisi yang telah penulis sebutkan dalam perspektif penulis ada beberapa hal yang menjadi poin penting yakni pada kata “membentuk satu kesatuan” maksud dari bacaan tersebut bahwa didalam kurikulum ada beberapa komponen yang tidak dapat dipisahkan untuk memcapai target dan tujuan dari kurikulum yang telah didesain untuk direalisasikan. Diantara komponen tersebut adalah rencana, tujuan, isi, organisasi, strategi.

Rencana berisi proses pembelajaran. Tujuan meliputi aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan setelah mempelajari tiap bidang studi. Isi meliputi jenis bidang studi yang dianjurkan dan isi program masing-masing bidang tersebut. Organisasi merupakan kerangka program pengajaran yang akan disampaikan pada siswa berupa program pendidikan umum, akademis, keguruan, keterampilan. Strategi dapat ditempuh dengan cara pengejaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengetesan kegiatan.(Tambunan: 2007)

Penyusunan KTSP yang dilandasi oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, hendaknya tetap mengacu pada standar nasional pendidikan nasional yang mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar itu yaitu standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Sedangkan menurut E.Mulyasa KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pada sistem KTSP, sekolah memiliki “ full authority and responsibility “ dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi dan tujuan satuan pendidikan. Untuk mewujudkan semua itu, sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggungjawabkannya.

  1. Pemecahan Masalah

1. Pelaksanaan Supervisi Pendidikan oleh Kepala Sekolah dalam Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja

Dari data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti ditemukan fakta bahwa pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam penerapan KTSP di SMA Negeri 6 Surakarta memiliki tujuan, fungsi, ruang lingkup program, prinsip-prinsip, serta teknik-teknik supervisi pendidikan. Sesuai dengan program supervisi pendidikan/ kurikulum dari Depdiknas tahun 1976 dalam Oemar Hamalik (2006: 193), menyebutkan bahwa program supervisi (kurikulum) disusun dan dilaksanakan sesuai dengan tujuan, fungsi, dan lingkup program. Berdasarkan pendapat diatas maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah terhadap KTSP harus memperhatikan tujuan dan fungsi supervisi pendidikan, hal-hal yang disupervisi, prinsip-prinsip supervisi pendidikan yang dianut dan diterapkan, serta teknik-teknik supervisi pendidikan yang digunakan, supaya tujuan dari pembelajaran yang efektif dapat tercapai. Pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja adalah sebagai berikut:

a. Ditinjau dari segi fungsi dan tujuan pelaksanaan supervisi pendidikan.

Kepala sekolah dalam penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja, memiliki tujuan yaitu untuk mengembangkan dan mencapai proses belajar mengajar yang relevan dan efektif melalui peningkatan kemampuan atau kompetensi guru dan ketersediaan faktor penunjang kurikulum. Sehingga siswa juga dapat memperoleh pengajaran yang optimal dan efektif, yang secara tidak langsung juga akan berdampak bagi peningkatan mutu instansi sekolah. Sedangkan untuk mencapai tujuan tersebut, kepala sekolah selaku supervisor pendidikan perlu melaksanakan fungsi-fungsi supervisi pendidikan. Berbagai fungsi-fungsi supervisi pendidikan yang diterapkan di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja, antara lain: dengan pembinaan kepemimpinan kepala sekolah, pembinaan tanggungjawab pada diri guru, adanya contoh atau suri tauladan yang baik dari kepala sekolah maupun guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor, memotivasi guru agar tetap bekerja dengan baik, melakukan pengawasan secara rutin dan efektif, serta melakukan pembinaan atau perbaikan secara menyeluruh terhadap kemampuan profesional guru melalui berbagai teknik yang tepat.

b. Ditinjau dari segi hal-hal yang perlu mendapat supervisi pendidikan.

Mengutip dari Depdiknas tahun 1976 dalam Buku Manajemen Pengembangan Kurikulum karangan Oemar Hamalik (2006: 195): Ruang lingkup program supervisi kurikulum disusun sesuai dengan tujuan dan fungsi program supervisi, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Perencanaan dan pelaksanaan pengajaran yang meliputi dengan hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar di kelas.

2) Pengelolaan sekolah yang meliputi kegiatan-kegiatan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar yang relevan, efisien, dan efektif sesuai dengan institusional sekolah.

3) Pembinaan dan peningkatan kamampuan guru sebagai komponen penting dalam upaya mencapai tujuan institusional.

Hal-hal yang disupervisi dalam konteks penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja, antara lain: dari segi perbaikan pembelajaran, yakni meliputi program tahunan, program semester, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), pengelolaan kelas, alat evaluasi, serta diadakan juga pembinaan (seperti: workshop, lokakarya, diklat) sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru guna menyiapkan para guru menjadi pendidik yang mampu mengimplementasikan KTSP dengan baik. Sedang supervisi dalam menerapkan kedisiplinan guru dilakukan melalui kegiatan administratif, seperti: jurnal mengajar, buku peresensi, buku piket guru. Selain itu juga dilakukan pula supervisi pada hal-hal yang berkaitan erat dalam menunjang terlaksananya pengajaran dan pembelajaran yang efektif, yakni supervisi terhadap ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar.

c. Ditinjau dari segi prinsip-prinsip supervisi pendidikan yang dianut dan diterapkan oleh kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan.

Seorang kepala sekolah yang berfungsi sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi perlu menerapkan prinsip-prinsip supervisi pendidikan sebagaimana yang tertulis dalam Naskah Materi Diklat Pembinaan Kompetensi untuk Calon Kepala Sekolah/ Kepala Sekolah oleh Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2007: 19):

1) Supervisi pendidikan harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.

2) Supervisi pendidikan harus dilakukan secara berkesinambungan.

3) Supervisi pendidikan harus demokratis.

4) Supervisi pendidikan harus integral dengan program pendidikan.

5) Supervisi pendidikan harus komprehensif.

6) Supervisi pendidikan harus konstruktif.

7) Supervisi pendidikan harus objektif.

Prinsip supervisi pendidikan yang diterapkan oleh kepala Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja bertumpu pada prinsip-prinsip supervisi yang bersifat konstruktif, realistis, demokratis, tidak otoriter, kooperatif, dan objektif. Atas prinsip-prinsip yang dianut oleh kepala sekolah itulah yang menjadikan sebagian para guru yang juga sebagai supervisor ikut mencontoh dan menganutnya pula.

d. Ditinjau dari segi teknik-teknik supervisi pendidikan

Terdapat beragam teknik yang dapat dipakai oleh supervisor pendidikan dalam mensupervisi penerapan kurikulum, dalam hal ini ialah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Ngalim Purwanto (2002: 123), “Teknik yang digunakan dalam melaksanakan supervisi oleh kepala sekolah terhadap guru-guru dan staf sekolah dapat dilakukan dengan teknik perseorangan dan teknik kelompok”. Berdasarkan hasil temuan, diketahui bahwa teknik-teknik supervisi dalam implementasi KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja dilakukan dengan beragam cara, antara lain: supervisi dengan teknik kelompok dan teknik perorangan maupun dengan teknik langsung dan tidak langsung. Berbagai kegiatan supervisi tersebut dilakukan bergantung pada tujuan dan situasinya. Dengan ketepatan teknik-teknik supervisi itulah yang menjadikan pelaksanaan kegiatan supervisi pendidikan menjadi efektif dan efisien.

e. Ditinjau dari tipe supervisi pendidikan

Masing-masing orang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain, seperti halnya dengan tipe supervisi kepala sekolah. Berdasarkan kajian teori yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa tipe-tipe supervisi pendidikan ada bermacam-macam, seperti tipe supervisi yang bersifat korektif, preventif, konstruktif, maupun kreatif. Tipe supervisi kepala Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja lebih condong ke arah supervisi yang bersifat konstruktif. Dimana tipe supervisi ini adalah jenis tipe supervisi yang berorientasi ke masa depan, menolong guru-guru untuk selalu melihat ke depan, belajar dari pengalaman, melihat hal-hal yang baru, dan secara antusias mengusahakan perkembangan.

2. Kendala-Kendala Supervisi Pendidikan oleh Kepala Sekolah Dalam Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja

Dalam melaksanakan supervisi kepala sekolah pasti menghadapi kendala-kendala. Hal ini sesuai dengan yang telah disampaikan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2007), ”Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi pendidikan”. Berdasarkan kajian teori yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa kendala supervisi pendidikan yang sangat umum terjadi di lapangan adalah kurangnya motivasi dari para guru ketika mendapat supervisi. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya anggapan yang telah melekat dalam diri guru bahwa supervisi hanyalah kegiatan yang semata-mata untuk mencari-cari kesalahan. Selain itu, dikutip dari Muhammad Arsyad, 2008/(www.re-searchengines.com/0508arsyad.html), yang diakses pada 25 Juli 2009:

Permasalahan yang timbul adalah dalam melaksanakan supervisi yang bersangkutan belum sepenuhnya dapat melaksanakan tugas secara utuh. Kunjungan atau supervisi kelas untuk memantau profesionalisme guru dalam kegiatan pembelajaran jarang dilakukan. Hal tersebut dilakukan dengan alasan untuk menghindari kebebasan guru mengajar dan menghilangkan kesan psikologis bahwa guru kurang mampu melaksanakan tugas pokoknya. Dengan demikian, kepala sekolah cenderung lebih sering tidak melakukan supervisi kelas. Artinya, supervisi yang dilakukan lebih menekankan pada aspek administrasi persiapan mengajar jika dibandingkan dengan bimbingan dan penyuluhan KBM di kelas.

Berdasarkan atas data yang telah didapat oleh peneliti, ditemukan kondisi atau keadaan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja. Kendala-kendala yang ditemui adalah sebagai berikut:

a. Kompleksitas tugas manajerial seorang kepala sekolah.

Program kegiatan supervisi pendidikan tidak dapat dilakukan oleh kepala sekolah seorang diri. Kompleksitas tugas manajerial kepala sekolah mengakibatkan seorang kepala sekolah tidak dapat menangani sendiri pelaksanaan supervisi pendidikan, khususnya supervisi yang lebih menekankan pada aspek pembelajaran.

b. Kurangnya persiapan dari guru yang disupervisi.

Kondisi ini dapat diartikan bahwa motivasi guru untuk disupervisi dinilai masih kurang, hal tersebut dikarenakan masih melekatnya anggapan dari para guru bahwa supervisi semata-mata hanyalah kegiatan untuk mencari-cari kesalahan. Meskipun pelaksanaan supervisi pendidikan dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada guru yang akan mendapat supervisi, masih saja para guru yang akan disupervisi belum mempersiapkan diri secara matang.

c. Unsur subjektifitas guru supervisor dirasa masih tinggi.

Unsur subjektifitas dari supervisor yang ditunjuk oleh kepala sekolah dirasa masih tinggi. Keadaan ini terjadi dikarenakan kegiatan supervisi pendidikan tidak dilakukan sendiri secara langsung oleh kepala sekolah, tapi oleh guru-guru yang dianggap telah senior oleh kepala sekolah. Dimana masing-masing guru tersebut memiliki kepribadian yang berbeda-beda dan prinsip supervisi maupun teknik supervisi yang saling berbeda pula.

d. Sering terjadi pergantian kepala sekolah Terjadinya pergantian kepala sekolah mengakibatkan jalannya pelaksanaan supervisi pendidikan di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja menjadi tesendat-sendat, kurang lancar, dan dinilai kurang rutin/ kontinyu. Dari berbagai kendala diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kendala-kendala supervisi oleh kepala sekolah dalam penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja adalah kendala yang berasal dari dalam diri kepala sekolah itu sendiri/ kendala internal dan kendala yang berasal dari luar diri kepala sekolah/ kendala eksternal. Kendala internal tersebut adalah kompleksitas tugas manajerial seorang kepala sekolah. Sedangkan kendala-kendala eksternalnya meliputi: kurangnya persiapan dari guru yang disupervisi, unsur subjektifitas guru supervisor dirasa masih tinggi, dan sering terjadi pergantian kepala sekolah.

3. Upaya-Upaya Kepala Sekolah dalam Mengatasi Kendala-Kendala Supervisi Pendidikan oleh Kepala Sekolah dalam Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja Dalam prakteknya di lapangan menunjukan bahwa terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam penerapan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja. Menurut teori dari Neagley dalam Muhammad Arsyad.2008.(www.re-searchengines.com/0508arsyad.html), diakses pada 25 Juli 2009 dikatakan bahwa: Problem dunia semakin kompleks, dunia pendidikan mendapat tantangan untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupannya.

Guru-guru tidak sanggup menghadapi tantangan ini sendirian. Supervisi nampaknya menjadi penentu yang utama untuk memutuskan kurikulum, menyeleksi pola-pola organisasi sekolah, fasilitas belajar, dan menilai proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan solusi yang tepat agar apa yang menjadi tujuan utama dari pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam penerapan KTSP dapat sepenuhnya tercapai. Seperti yang tertuang dalam Naskah Materi Diklat Pembinaan Kompetensi untuk Calon Kepala Sekolah/ Kepala Sekolah oleh Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2007: 18), ”Adanya problema dan kendala sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi pendidikan kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi pendidikan”. Kepala Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja selaku supervisor pendidikan yang memiliki otoritas tertinggi di sekolah telah mengupayakan beberapa cara dalam mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan supervisi pada implementasi KTSP, antara lain:

a. Dilakukan pendelegasian wewenang oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior.

Pelaksanaan supervisi terutama pada aspek pembelajaran tidak dapat dilakukan seorang diri oleh kepala sekolah tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, kepala sekolah yang notabene pimpinan sekolah yang memiliki otoritas tertinggi memiliki keleluasaan untuk melakukan delegasi wewenang. Kegiatan supervisi pada aspek pembelajaran dapat dilimpahkan kepada guru yang dianggap senior berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria guru senior yang dipilih adalah dilihat dari masa kerja, prestasi kerja, kompetensi, dan kualifikasinya, misal guru yang bergelar S2. Kegiatan supervisi oleh guru supervisor terhadap rekannya sering disebut dengan pembimbingan teman sejawat dalam kegiatan belajar mengajar.

b. Pemberian motivasi kepada para guru akan pentingnya supervisi pendidikan

Kurangnya persiapan dari guru dalam pelaksanaan supervisi, lebih diakibatkan karena kuranganya motivasi dari dalam guru sendiri akan pentingnya supervisi pendidikan. Motivasi yang minim itu juga disebabkan kerena anggapan yang telah melekat dalam diri guru bahwa supervisi hanyalah kegiatan yang semata-mata untuk mencari-cari kesalahan. Pemberian motivasi dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya dengan menyelipkan pengarahan atau motivasi pada saat rapat guru, lokakarya, atau bahkan secara langsung dengan individunya. Selain itu, pembinaan secara psikologis juga dilakukan kepada diri masing-masing guru yang ditunjuk sebagai supervisor bahwa dirinya memang memiliki capability yang lebih dibanding dengan guru lain, seperti kelebihan dalam hal prestasi kerja, kedisiplinan, ulet, penuh inisiatif, dan lain sebagainya, sehingga diharapkan dengan cara itulah akan muncul kepercayaan diri dari guru supervisor. Serta ditambah lagi dengan melaksanakan fungsi supervisi pendidikan, seperti memberi contoh atau suri tauladan yang baik dari kepala sekolah maupun guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor, serta melakukan pembinaan atau perbaikan secara menyeluruh terhadap kemampuan profesional guru dengan memperhatikan ketepatan teknik supervisi dan prinsip-prinsip supervisi yang diterapkan. Sehingga diharapkan hal tersebut dapat memunculkan kepercayaan maupun motivasi dari guru yang akan disupervisi olehnya.

c. Pembinaan oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor dan membentuk tim penilai supervisi.

Kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah dalam KTSP adalah keterbatasan waktu dan tenaga dari kepala sekolah apabila kepala sekolah melakukan kegiatan supervisi pendidikan seorang diri. Oleh karena itu, kepala sekolah menunjuk guru-guru yang dianggap telah senior untuk membantunya melakukan supervisi pendidikan. Namun dalam prakteknya masih terdapat beberapa guru senior kurang paham akan prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan. Sehingga dalam pelaksanaannya unsur subjektifitas cenderung masih tinggi. Oleh karena itu kepala sekolah perlu memberi motivasi maupun pengarahan kepada para guru supervisor yang isinya mengenai perlunya menerapkan prinsip-prinsip supervisi pendidikan dan pembentukan tim penilai supervisi yang terdiri dari 2 (dua) atau 3 (tiga) orang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menetralisir unsur subjektifitas yang terjadi oleh guru yang berperan supervisor.

d. Dilakukan koordinasi secara intens kepada seluruh elemen sekolah dalam rangka terlaksananya KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja

Pergantian kepala sekolah sebanyak empat kali dalam lima tahun menjadi kendala yang cukup fatal bagi pengelolaan dan kemajuan Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja. Hal tersebut berdampak pula pada rutinitas kegiatan supervisi pendidikan. Upaya dari kepala sekolah untuk mensikapi keadaan tersebut adalah dengan melakukan koordinasi secara intensif kepada seluruh elemen sekolah, termasuk koordinasi yang baik antara guru supervisor dengan guru yang akan mendapat supervisi.

BAB III

PENUTUP

  1. Simpulan

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan analisis yang telah saya lakukan di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja, maka dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa Pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam konteks penerapan KTSP Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja telah berjalan dengan cukup lancar.

Ada Beberapa kendala yang menghambat kelancaran pelaksanaan proses pembelajaran dengan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja, yaitu sebagai berikut:

a. Kompleksitas tugas manajerial seorang kepala sekolah

b. Kurangnya persiapan dari guru yang disupervisi

c. Unsur subjektifitas dirasa masih tinggi

d. Sering dilakukan pergantian kepala sekolah

Usaha-usaha untuk mengatasi kendala yang ada dalam pelaksanaan KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja antara lain:

a. Dilakukan pendelegasian wewenang oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior.

b. Pemberian motivasi kepada para guru akan pentingnya supervisi pendidikan.

c. Dilakukan pembinaan oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor dan membentuk tim penilai supervise.

d. Dilakukan koordinasi secara intens kepada seluruh elemen sekolah dalam rangka terlaksananya KTSP di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja.

  1. Saran

Untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan semua berasal dari kesiapan dan kematangan manajemen yang telah disiapkan, demikian pula dengan supervise dan kurikulum agar pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien, maka semua itu harus kelola dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

- Istiana, Dewi dalam penelitiannya yang berjudul Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah Dalam Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp) Di Mts Nu 02 Al-Ma’arif Boja

- Bogdan, Robert dan Taylor, Steven J. 1993. Kualitatif (Dasar-Dasar Pendidikan). Surabaya: Usaha Nasional.

- Burhanuddin Harahap. 1983. Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT Ciawi Jaya.

- Burhan Nurgiyantoro. 1988. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta: BPFE

- Cholid Narbuko & Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

- Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.

- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

- Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Undang-Undang SISDIKNAS (UU RI No. 20 Th. 2003). Jakarta: Sinar Grafika.

- Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007. Naskah Materi Diklat Pembinaan Kompetensi untuk Calon Kepala Sekolah/ Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

- Enco Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT Remaka Rosdakarya Offset. 2006.

- Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaka Rosdakarya Offset.

- Made Pidarta. 1999. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Manullang. 2005. Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta : UGM University Press.

- Miles, Mathew. B dan Huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

- Oemar Hamalik. 1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Mandar Maju.